
Sinyal Pemangkasan Suku Bunga, Emas Tetap Jadi Pilihan Investasi
PT. Equityworld Futures Manado – Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed pada Kamis dini hari waktu Indonesia memutuskan untuk menahan suku bunga di level 5,25-5,50%. Keputusan ini menjadi yang keempat kalinya sejak terakhir menaikkan suku bunganya pada Juli 2023 sebesar 25 basis poin (bps).
Meski demikian, The Fed diperkirakan memiliki sinyal memangkas suku bunga acuannya sebanyak tiga kali tahun ini. Bank Sentral yang dikomando Jerome Powell ini diproyeksikan mulai menurunkan bunga acuannya pada semester II-2024.
Bank Indonesia pun memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunganya sebanyak tiga kali di paruh kedua tahun ini, dengan total sekitar 75 basis poin. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, sinyal penurunan suku bunga oleh The Fed lebih terprediksi.
Sinyal penurunan suku bunga ini membuat potensi cerah bagi instrumen safe haven, emas, yang semakin menarik di mata investor. Meski di awal tahun ini The Fed masih menahan suku bunga, harga emas dipercaya tetap naik pelan tapi pasti.
Baca Juga : Arah The Fed Bikin Bingung, Harga Emas Jadi Nggak Kemana-Mana
World Gold Council (WGC) yang merupakan kumpulan dari perwakilan industri yang bergerak di komoditas emas pun memproyeksikan harga instrumen ini bakal mengikuti rekor yang pernah terjadi di 2024.
Analis DFCX Futures Lukman Leong menilai sinyal pemangkasan suku bunga menjadi set back bagi harga emas untuk memulai rally baru.
“Saya melihat emas walau sekarang pun masih akan naik meski perlahan. Investor memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga pada Mei, sehingga saya melihat harga emas akan mulai naik paling lambat April,” ungkap dia kepada CNBC Indonesia, belum lama ini.
Dia menilai, emas tetap prospektif sebagai instrumen investasi dan sebagai aset safe haven bagi investor di tengah ketidakpastian ini.
Dalam kesempatan terpisah, Financial Expert CNBC Indonesia Aulia Akbar juga menyebut umumnya investor akan beralih ke emas ketika terjadi krisis dan ketidakpastian. Pasalnya, emas biasanya menjadi instrumen aman dan aset safe haven dengan harga yang konsisten naik.
“Outlook emas ke depannya, saya rasa korelasi emas ke suku bunga The Fed itu kalau memang ketika suku bunga naik, dolar menguat, maka permintaan emas bisa turun. Tapi kalau suku bunga rendah, yield treasury turun, emas justru terlihat menarik,” ujar Akbar.
Lebih lanjut, Akbar mendorong para investor yang tertarik melakukan diversifikasi ke instrumen emas, untuk menjadikan investasi ini sebagai komitmen jangka panjang. Selain itu, diimbau kepada para investor untuk membeli emas sesuai dengan kapasitas keuangan mereka.
“(Bisa melakukan) Pembelian bertahap. Bisa misalkan per bulan 1 gram atau bisa juga tunggu harga agak turun dan beli banyak. Horizon investasi emas itu (direncanakan) di 10 tahunan,” pungkas dia.
Di samping sensitif terhadap pergerakan suku bunga AS, harga emas juga menguat efek ketegangan Timur Tengah yang makin meluas setelah terjadi pemboman di Iran. Hal ini memicu pembelian aset-aset safe haven, seperti emas.
Untuk diketahui dua ledakan bom terjadi di Iran pada Rabu (3/1/2024) yang menewaskan sedikitnya 84 orang di selatan negara itu. Peristiwa ini juga menghancurkan kerumunan orang yang sedang memperingati jenderal Garda Revolusi Qassem Soleimani empat tahun setelah kematiannya dalam serangan AS.
Kedua ledakan itu disebut sebagai “serangan teroris” oleh media pemerintah dan otoritas regional yang terjadi di tengah tingginya ketegangan di Timur Tengah terkait perang Israel-Hamas di Gaza dan pembunuhan seorang pemimpin senior Hamas di Lebanon pada hari Selasa.
cnbcindonesia.com/mymoney
No Comments