Blog

Harga Emas Catat Rekor Demi Rekor, Ini 5 Faktor Pemicunya

08:35 06 March in Business, Commodity, Economy, Global, Gold, Market Review, Uncategorized
0 Comments
0

PT. Equityworld Futures Manado – Investor emas sedang berbahagia dan mulai memanen pundi-pundi mereka setelah sang logam mulia terus mencetak rekor. Harga emas kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa pada perdagangan intraday Selasa (5/3/2024) di level US$ 2.141,59 per troy ons. Penutupan perdagangan kemarin juga menjadi penutupan perdagangan tertinggi emas di level US$ 2.127,54 per troy ons.

Harga emas sudah mencetak rekor selama tiga hari beruntun yakni pada Jumat pekan lalu, Senin kemarin, dan perdagangan kemarin.

Pada perdagangan Senin (5/3/2024) harga emas di pasar spot ditutup menguat 1,52% di posisi US$ 2.114,99 per troy ons. Pada perdagangan Jumat (1/3/2024) harga emas di pasar spot ditutup di posisi US$ 2083,39 per troy ons. Rekor dalam tiga hari terakhir mengalahkan catatan sebelumnya yakni US$ 2.077,16 per troy pada 27 Desember 2023.

Harga emas sudah pecah rekor sebanyak lima kali dalam kurun waktu tiga bulan terakhir yakni pada pada awal Desember 2023 di US$ 2.070,9 per troy ons kemudian pada 27 Desember 2023, Jumat pekan lalu, Senin pekan ini, dan perdagangan kemarin.

Emas dikenal sebagai aset lindung nilai yang baik saat krisis maupun geopolitik ekonomi seperti yang saat ini sedang terjadi. Emas juga tahan terhadap inflasi. Hal ini lah yang membuat emas masih menjadi instrumen investasi yang menarik di kondisi ekonomi global yang tak menentu saat ini.

Lalu, faktor-faktor apa saja yang mendorong kenaikan harga emas saat ini?

Berikut beberapa faktor yang mendorong kenaikan harga emas di rekor baru yang telah dirangkum oleh Tim Riset CNBC Indonesia.

1. Ekspektasi Suku Bunga AS

Para pelaku pasar kini optimis bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reverse (The Fed) akan segera melakukan pemangkasan suku bunga pada  Juni mendatang. Hal ini didorong dari data-data ekonomi AS yang melemah.

Data menunjukkan manufaktur AS semakin merosot pada  Februari. Institute for Supply Management (ISM) melaporkan PMI manufaktur AS pada Februari lalu turun menjadi 47,8, dari sebelumnya di angka 49,1 pada Januari lalu. Ini adalah bulan ke-16 berturut-turut dimana PMI tetap berada di bawah 50, yang mengindikasikan adanya kontraksi di sektor manufaktur.

Kemudian, pertumbuhan industri jasa AS juga sedikit melambat pada bulan Februari 2024 di tengah penurunan lapangan kerja. ISM mengatakan PMI non-manufaktur turun menjadi 52,6 bulan Februari dari 53,4 pada bulan Januari. Angka di atas 50 menunjukkan pertumbuhan di industri jasa, yang menyumbang lebih dari dua pertiga perekonomian.

Adapun, Biro Analisis Ekonomi Departemen Perdagangan AS melaporkan inflasi pengeluaran konsumsi warga AS atau dikenal sebagai PCE pada Januari lalu naik tercatat 2,4% secara tahunan (year-on-year/yoy) dan mencapai 0,3% secara bulanan (month-to-month/mtm).

Angka bulanan lebih tinggi dari periode Desember 2023 yang tumbuh 0,1%, namun secara tahunan lebih rendah dari Desember 2023 yang tumbuh 2,6%. Angka ini juga sudah sesuai dengan ekspektasi pasar, yang memperkirakan inflasi PCE tumbuh 0,3% (mtm) dan 2,4% (yoy).

Tak hanya itu saja, data klaim pengangguran mingguan terbaru juga cenderung positif. Laporan terpisah dari Departemen Tenaga Kerja menunjukkan klaim awal tunjangan pengangguran negara naik 13,000 menjadi 215,000 yang disesuaikan secara musiman untuk pekan yang berakhir 24 Februari. Para ekonom memperkirakan 210,000 klaim untuk minggu terakhir.

2. Pinjaman Perbankan

Terdapat hal lain yang mendukung harga emas yakni masalah pinjaman perbankan. New York Community Bancorp (NYCB.N), sahamnya anjlok hampir 26% pada Jumat setelah pergantian CEO. NYCB juga melaporkan kerugian kuartal keempat lebih dari 10 kali lipat dari yang dinyatakan sebelumnya dan mengatakan telah menemukan “kelemahan material” dalam pengendalian internal terkait dengan peninjauan pinjaman.

Berita ini telah membuat takut para investor, dengan saham NYCB turun 65% tahun ini.

NYCB berada di bawah tekanan sejak memotong dividennya dan membukukan kerugian kuartal keempat yang mengejutkan pada 31 Januari 2024, dengan alasan provisi yang lebih tinggi terkait dengan pinjaman Real Estat Komersial.

Pada Kamis pekan lalu, pemberi pinjaman merevisi kerugian kuartalannya menjadi US$2,7 miliar, mengutip penurunan nilai goodwill senilai US$2,4 miliar yang terkait dengan transaksi 2007 dan sebelumnya.

Nilai pasar pemberi pinjaman tersebut anjlok sekitar US$900 juta pada hari Jumat pekan lalu, sehingga total kerugian kapitalisasi pasarnya mencapai hampir US$5 miliar sejak 31 Januari 2024.

Hal ini mendorong sebagian investor mengamankan dananya ke instrumen investasi emas.

3. Ketegangan Geopolitik

Meningkatnya ketegangan geopolitik di seluruh dunia telah mengurangi minat short-selling, yang pada dasarnya memperkuat kredibilitas buy-on-dips emas saat ini.

Dunia yang tertata selama beberapa dekade akibat globalisasi dan geo-ekonomi dengan cepat menjadi dunia yang dilandasi oleh risiko geopolitik. Akumulasi guncangan seperti pandemi COVID-19 dan konflik Rusia-Ukraina masih terus terjadi, sehingga secara signifikan menata ulang struktur dan hubungan global pada tahun 2024.

Energi dan perubahan iklim terus menjadi isu yang menimbulkan polarisasi politik, dan kemajuan global khususnya dalam transisi iklim masih kurang. Namun, guncangan harga energi baru-baru ini setelah invasi Rusia ke Ukraina disusul dengan perang Hamas-Israel. Emas kembali panas karena serbuan Houthi di Laut Merah.

4. Meningkatnya Permintaan Safe-Haven

Permintaan terhadap emas sebagai safe-have meningkat karena belum berakhirnya konflik di Timur Tengah yang kini makin meluas. Ketegangan akibat perang Israel-Hamas masih mendorong kenaikan harga emas.

Kelompok Houthi yang bersekutu dengan Iran terus melakukan serangan terhadap jalur pelayaran di Laut Merah dan Selat Bab al-Mandab, dengan setidaknya empat kapal lagi terkena serangan drone dan rudal sejak bulan Februari.

Emas batangan dianggap sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian ekonomi dan geopolitik, sementara suku bunga yang lebih tinggi mengurangi daya tarik untuk memegang emas yang tidak memberikan imbal hasil.

5. Melandainya Indeks Dolar dan Imbal Hasil US Treasury

Harga emas melandai karena indeks dolar ambruk ke 103,78 atau terendah sejak 2 Februari 2024 atau sebulan terakhir. Imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun jatuh ke 4,15% atau terendah sejak 7 Februari 2024.

Melandainya dolar AS membuat emas terjangkau untuk investasi sehingga meningkatkan permintaan. Sementara itu, emas tidak menawarkan imbal hasil sehingga melandainya US Treasury bisa membuat emas makin menarik.

CNBC Indonesia Research

research@cnbcindonesia.com

No Comments

Post a Comment