Blog

Inflasi AS Memanas Lagi! Bursa Asia Kebakaran, Cuma Nikkei Selamat

07:15 12 January in Business, Commodity, Economy, Global, Gold, Market Review, Uncategorized
0 Comments
0

PT. Equityworld Futures Manado – Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka terkoreksi pada perdagangan Jumat (12/1/2024), menjelang rilis data inflasi China periode Desember 2023.

Per pukul 08:30 WIB, hanya indeks Nikkei 225 Jepang yang terpantau masih bergairah pada pagi hari ini yakni melesat 1,09%.

Sedangkan sisanya kembali melemah. Indeks Hang Seng Hong Kong melemah 0,61%, Shanghai Composite China terkoreksi 0,27%, Straits Times Singapura terpangkas 0,52%, ASX 200 Australia turun 0,13%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,32%.

Dari China, data inflasi baik inflasi konsumen (consumer price index/CPI) dan inflasi produsen (producer price index/PPI) periode Desember 2023 atau akhir 2023 akan dirilis pada hari ini.

Konsensus pasar dalam Trading Economics memperkirakan China masih akan mengalami deflasi bahkan cenderung lebih dalam yakni sebesar 0,7% (year-on-year/yoy), lebih dalam dibandingkan deflasi pada November 2023 sebesar 0,5%.

Deflasi China menunjukkan kondisi ekonomi negeri Tirai Bambu tersebut masih cukup lesu. Ini terjadi lantaran efek pandemi Covid-19 yang masih menyelimuti negara tersebut serta krisis sektor properti yang belum usai.

Deflasi yang terjadi di China ini juga menyebabkan prospek perdagangan ekspor-impor terganggu. Untuk impor China pada Desember 2023 yang akan rilis pada hari ini juga diperkirakan masih akan terkontraksi sebesar -0,5% yoy, menurut penghimpun data Trading Economics.

Di lain sisi, untuk ekspor China pada Desember 2023 diproyeksi akan ada perbaikan dengan pertumbuhan sekitar 0,9% yoy, dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 0,5% yoy.

Dengan begitu, neraca perdagangan China di akhir tahun 2023 diperkirakan bisa membaik atau meningkat ke US$ 76 miliar, dibandingkan bulan November 2023 sebesar US$ 68,39 miliar.

China adalah motor utama ekonomi Asia, sehingga lesunya perekonomian negara tersebut pastinya akan menjadi sentimen negatif di kawasan Asia-Pasifik.

Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang cenderung kembali melemah terjadi di tengah sideways-nya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street kemarin, setelah dirilisnya data inflasi terbaru.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,45%, S&P 500 bertambah 0,57%, dan Nasdaq Composite berakhir terapresiasi 0,75%.

Baca Juga : Inflasi Amerika Boleh Naik, Harga Emas Tetap Menguat, Sorry Ye!

Mendatarnya Wall Street di akhir sesi perdagangan Kamis terjadi setelah dirilisnya data inflasi konsumen (CPI) AS periode Desember 2023 yang dinilai mengecewakan.

Berdasarkan data dari Biro Statisik AS, CPI AS pada akhir 2023 naik menjadi 3,4% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya sebesar 3,1% pada November 2023.

Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), CPI Negeri Paman Sam pada Desember 2023 juga naik menjadi 0,3%, dari sebelumnya sebesar 0,1% pada November 2023.

Angka ini tentunya lebih tinggi dari konsensus pasar dalam Trading Economics yang memperkirakan CPI AS pada Desember 2023 naik 3,2% (yoy) dan 0,2% (mtm).

Namun untuk inflasi inti AS periode Desember 2023, yang tidak termasuk harga pangan dan energi yang fluktuatif juga cenderung turun sedikit menjadi 3,9% (yoy), dari sebelumnya pada November 2023 sebesar 4%. Angka CPI inti juga lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 3,8%.

Kenaikan CPI AS terjadi karena adanya seasonality natal dan tahun baru. Selain itu, memanasnya konflik di Timur Tengah yang turut menaikkan harga minyak mentah dunia juga berkontribusi menaikkan inflasi Negeri Paman Sam pada akhir 2023.

Di lain sisi, angka klaim pengangguran mingguan Negeri Paman Sam untuk periode pekan yang berakhir 6 Januari 2024 juga masih cukup panas.

Berdasarkan data dari Departemen Ketenagakerjaan AS, angka klaim pengangguran awal turun 1.000 menjadi 202.000 pada pekan yang berakhir 6 Januari lalu. Ini merupakan level terendah sejak pertengahan Oktober. Angka tersebut juga lebih rendah dari ekspektasi pasar yang memperkirakan orang Amerika mengajukan klaim pengangguran sebanyak 203.000.

Hal ini menandakan bahwa sektor tenaga kerja di Negeri Paman Sam masih cukup panas, Angka inflasi terbaru ditambah dengan masih panasnya data tenaga kerja AS membuat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dapat lebih berhati-hati dalam merubah sikapnya menjadi lebih dovish.

Meski begitu, ekspektasi pasar terkait The Fed yang akan mulai menurunkan suku bunga pada Maret mendatang justru kembali meningkat, meski masih lebih rendah dari perkiraan pasar pekan lalu.

Berdasarkan perangkat CME FedWatch menunjukkan peluang The Fed memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp) naik menjadi 71,8%, lebih besar dari peluang pada Rabu lalu yang mencapai 66,1%, tetapi masih lebih rendah dari peluang sebesar 79% pada pekan lalu.

 

CNBC INDONESIA RESEARCH

No Comments

Post a Comment