Blog

Aneh! Harga Emas Melonjak Hampir 1% di Tengah Was-Was Inflasi

09:29 12 October in Business, Commodity, Economy, Global, Gold, Market Review, Uncategorized
0 Comments
0

PT. Equityworld Futures Manado – Harga emas menguat tajam di tengah penantian pelaku pasar akan data inflasi Amerika Serikat (AS). Salah satu penopang emas adalah risalah Federal Open Market Committee (FOMC). Risalah tersebut mencerminkan sikap bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) yang akan hati-hati dalam menentukan kebijakan ke depan.

Harga emas di pasar spot pada perdagangan Rabu (11/10/2023), ditutup di posisi US$ 1.873,61 per troy ons. Harganya terbang 0,72%. Harga tersebut juga menjadi tertinggi sejak 27 September 2023 atau 10 hari perdagangan terakhir.
Penguatan kemarin juga menjadi angina segar setelah emas sempat melemah pada Selasa pekan ini.

Emas masih menguat pada hari ini. Pada perdagangan Kamis (12/10/2023) pukul 06:31 WIB, harga emas menguat tipis 0,009%. Harga emas menguat sejalan dengan melandainya imbal hasil US Treasury dimana imbal hasilnya melandai ke 4,59% pada perdagangan kemarin dari 4,78% pada akhir pekan lalu.

Imbal hasil ikut melandai setelah risalah FOMC menunjukkan sikap The Fed yang lebih bisa diterima pasar.

Risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) atau FOMC Minutes menunjukkan pejabat The Fed melihat kenaikan suku bunga semakin memberi dampak ganda kepada ekonomi AS. Mereka juga sepakat suku bunga tinggi dalam jangka panjang tetap diperlukan selama inflasi belum ada di kisaran 2%. Namun, kenaikan akan terbatas.

Risalah menunjukkan danya perbedaan yang cukup tajam antara pejabat The Fed mengenai tambahan kenaikan suku bunga.

Mayoritas partisipan melihat satu lagi kenaikan di masa depan akan menjadi keputusan yang tepat tetapi sebagian lagi melihat tidak perlu ada kenaikan.

“Kebijakan akan tetap terbatas untuk beberapa waktu sampai Komite percaya diri jika inflasi AS sudah bergerak ke target sasaran,” tulis risalah FOMC.

Ketidakpastian ekonomi AS, dinamisnya data ekonomi AS, dan ketatnya pasar keuangan membuat The Fed lebih berhati-hati. Pasar kini melihat jika The Fed telah beralih fokus bukan lagi pada berapa kenaikan tetapi seberapa lama suku bunga tinggi akan dipertahankan.

Risalah menunjukkan jika pejabat The Fed kini tidak lagi bergulat pada dampak inflasi tetapi juga ancaman harga komoditas energi global serta pangan. Perlambatan ekonomi global, pemogokan masal pekerja industri otomotif, serta ketatnya pasar keuangan membuat ekonomi AS bisa terancam,

“Sebagian besar partisipan melihat jika masa depan ekonomi sangat tidak pasti. Ini membuat proses (pengambilan keputusan suku bunga) akan hati-hati,” tulis risalah tersebut.

Analis Saxo bank, Ole Hansen, menjelaskan risalah The Fed mengindikasikan jika The Fed akan berhati-hati. Terlebih, dampak kenaikan suku bunga sudah terasa di pasar keuangan.

Perangkat FedWatch Tool menunjukkan hanya 9,1% pelaku pasar memperkirakan adanya kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada November mendatang. Angka ini turun dibandingkan hari sebelumnya yang mencapai 14%.

“Pernyataan The Fed yang melihat pasar ketat membuat pasar berspekulasi apakah puncak kenaikan suku bunga sudah terjadi dan akan berlalu,” tutur, Hansen dikutip dari Reuters.

Inflasi AS Melandai?

Pelaku pasar menunggu data inflasi AS untuk September yang akan keluar pada hari ini. Konsensus pasar memperkirakan inflasi akan melandai ke 3,6% (year on year/yoy) pada September, dari 3,7% pada Agustus 2023.

Penguatan emas menjelang pengumuman inflasi AS adalah hal yang tak biasa. Harga emas biasanya akan sangat volatile cenderung melemah menjelang pengumuman inflasi. Pasalnya, data inflasi menjadi kekhawatiran besar pemangku kebijakan mengingat laju inflasi belum bergerak ke arah target The Fed yakni 2%.

Inflasi September diperkirakan akan melambat menjadi 3,6% (yoy) pada September 2023, dari 3,7% (yoy) pada Agustus 2023.

Jika inflasi melandai maka ada kemungkinan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) melonggar dengan kebijakan suku bunganya. Sebaliknya, jika inflasi melaju lebih kencang dari ekspektasi pasar maka The Fed sulit melunak dan ini akan berdampak kepada harga emas.

Inflasi AS terus melandai dari puncaknya pada Juni 2022 (9,1%) hingga Juni 2023 tetapi kemudian naik kembali pada Juli dan Agustus tahun ini. Sementara itu, inflasi inti yang tidak termasuk harga pangan dan energi mengalami lonjakan akibat perang Rusia Ukraina, diperkirakan melambat menjadi 4,1% (yoy) pada September 2023 dari 4,3% pada Agustus, menandai angka terendah sejak September 2021.

Secara bulanan, inflasi diprediksi mencapai 0,3%, melemah, dibanding 0,6% di bulan Agustus.

Sebelum pengumuman inflasi, AS kemarin sudah mengumumkan indeks harga produsen, kemarin. Indeks harga produsen (IHP) mengalami penurunan menjadi 0,5%, dibanding bulan Agustus yang berada di level 0,7%. Meski melambat, indeks harga produsen bergerak di atas konsensus pasar yakni 0,3%.

 

 

CNBC INDONESIA RESEARCH

No Comments

Post a Comment