Harga Emas Turun, Kabar dari AS Lebih Ditunggu dari Perang
PT. Equityworld Futures Manado – Harga emas turun sejalan dengan kembalinya perhatian pelaku pasar kepada ekonomi Amerika Serikat (AS) dan mulai meninggalkan dampak perang Hamas vs Israel.
Harga emas di pasar spot pada perdagangan Selasa (10/10/2023), ditutup di posisi US$ 1.860,09 per troy ons. Harganya melandai 0,04%. Pelemahan kemarin memutus rekor fantastis emas yang terbang 2,,25% pada Jumat pekan lalu dan Senin pekan ini.
Emas masih melemah pada hari ini. Pada perdagangan Rabu (11/10/2023) pukul 06:15 WIB, harga emas melemah 0,002%.
Harga emas melandai karena pelaku pasar kembali fokus kepada data ekonomi AS. Dampak perang Hamas vs Israel sudah mulai mereda kepada pergerakan emas.
Analis dari TD Securities, Bart Melek, menjelaskan pelemahan emas dipicu oleh aksi profit taking. Dampak perang Israel vs Hamas memang masih terasa dan menahan laju pelemahan. Namun, pelaku pasar kini lebih fokus kepada data AS.
Emas adalah aset aman yang dicari di tengah ketidakpastian global serta ketegangan geopolitik.
Menurut Melek, pelaku emas akan fokus pada data inflasi AS untuk September yang akan diumumkan pada Kamis besok. Inflasi AS kembali memanas pada Agustus 2023 ke 3,7% (year on year/yoy) dari 3,2% (yoy) pada Juli.
Pelaku pasar memperkirakan inflasi AS akan bergerak ke 3,6% pada September 2023.
Hari ini, pelaku pasar juga akan menunggu data indeks harga produsen (IPP) dan risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC).
“Jika inflasi lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar maka itu akan menjadi kabar buruk bagi emas. Itu bisa mengindikasikan kebijakan suku bunga yang masih akan ketat ke depan,” tutur Melek, dikutip dari Reuters.
Giovanni Staunovo, analis dari UBS juga mengingatkan jika pergerakan emas masih akan sangat ditentukan oeh kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed).
“Ekspektasi kenaikan suku bunga akan tetap membebani harga emas ke depan. Harga emas bisa terus naik jika The fed mulai mengisyaratkan pelonggaran kebijakan untuk tahun depan,” tutur, dikutip dari Reuters.
CNBC INDONESIA RESEARCH
No Comments